Sejak
2500 tahun yang lalu sering sekali muncul pertanyaan mengenai “Apakah Natural
Law (Hukum Alam) itu?
Aliran Hukum Alam Yaitu
aliran yang konsepsinya bahwa hukum berlaku universal dan abadi. Tokohnya
Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Grotius.
Kelebihan
aliran hukum alam : mengembangkan dan membangkitkan kembali orang untuk
berfilsafat hukum dalam mencari keadilan, mengembangkan perlindungan terhadap
HAM, mengembangkan hukum internasional.
Kekurangan
aliran hukum alam : anggapan bahwa hukum berlaku universal dan abadi itu tidak
ada karena hukum selalu disesuaikan dengan kebutuhan manusia dan perkembangan
zaman. Prinsip utama hukum alam adalah hukum itu berlaku secara universal dan
bersifat pribadi.
Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah
dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM).
Secara
umum yang dimaksud dengan aliran Hukum Alam dalam ajaran ini adalah hukum yang
berlaku universal dan abadi, yang bersumber dari 2 jenis yaitu: 1) hukum alam yang bersumber dari Tuhan (irasional) dan 2) hukum alam yang bersumber dari akal (rasional). Aliran hukum alam yang irsional berpandangan bahwa segala bentuk hukum
yang bersifat universal dan abadi bersumber dari Tuhan secara langsung.
Sebaliknya hukum alam yang rasional berpendapat sumber dari hukum yang
universaldan abadi itu adalah rasio manusia.
Hukum
Alam itu sebenarnya bukan merupakan satu jenis hukum, tetapi penamaan seragam
untuk banyak ide yang dikelompokkan menjadi satu nama yaitu Hukum alam. Salah
satu pemikiran Hukum Alam yang khas adalah tidak dipisahkannya secara tegas
antara hukum dan moral.
Pada
umumnya penganut aliran Hukum Alam mamandang hukum dan moral sebagai
pencerminan dan pengaturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia
dan hubungan sesama manusia.
Didalam
aliran Hukum Alam ini terdapat suatu pembedaan-pembedaan, yaitu Hukum Alam
sebagai metode adalah yang tertua yang dapat dikenali sejak zaman yang kuno
sekali sampai pada permulaan abad pertengahan. Hukum ini memusatkan
perhatiannya pada usaha untuk menemukan metode yang bisa digunakan untuk
menciptakan peraturan-peraturan yang mampu untuk mengatasi keadaan yang
berlain-lainan.
Hukum
Alam sebagai substansi atau isi berisikan norma-norma. Peraturanperaturan dapat
diciptakan dari asas yang mutlak yang lazim dikenali dengan peraturan hak azasi
manusia. Ciri Hukum Alam seperti ini merupakan ciri dari abad ke 17 dan ke 18
untuk kemudian pada abad berikutnya digantikan oleh positivisme hukum.
Positivisme
hukum sendiri ternyata kemudian tidak mampu untuk mengikuti rasa keadilan yang
tumbuh didalam masyarakat karena hukum yang sifatnya tertulis tidak dapat
berubah-ubah setiap saat. Rasa keadilan yang tercermin dalam suatu kitab
undang-undang misalnya, mungkin hanya selaras
dengan keadilan dalam masyarakat pada waktu di berlakukannya kitab
undang-undang itu. Mayarakat yang terus berubah membawa serta perubahan pada
keadilan yang hidup pada masyarakat itu. Karena dirasakan ketentuan yang ada
tidak atau kurang mencerminkan rasa keadilan yang dikehendaki, maka orang
berusaha mencari keadilan yang dikehendaki, maka orang berusaha mencari
keadilan lain, dan ini berarti orang berpegang kembali pada ajaran Hukum Alam.
Inilah yang disebut masa kebangkitan kembali hukumalam.
Dalam
memahami ajaran Hukum Alam maka terlebih dahulu harus dibedakan antara
pemikiran Hukum Alam yang tumbuh di Yunani dan pemikiran Hukum Alam yang tumbuh
di Romawi. Dan yang perlu diketahui adalah bahwa tidak ada teori yang tunggal
tentang Hukum Alam, masing-masing filsuf yang menganut ajaran ini cenderung
mempunyai pandangan khas masing-masing.
Perbedaan
pokok antara pemikiran Yunani dan pemikiran Romawi tentang Hukum lebih bersifat
teroitis dan filosofis, sedangkan pemikiran Romawi lebih menitikberatkan pada
hal-hal yang praktis dan dikaitkan pada hukum positif.
1.
Di zaman Yunani
Pada
abad 5 SM orang Yunani masih primitif, hukum dipandang sebagai keharusan
alamiah (nomos), baik alam semesta maupun manusia.
Socrates
abad 4 SM mulai sadar bahwa bahwa peran manusia dalam membentuk hukum.
Socrates menuntut supaya para penegak hukum mengindahkan keadilan sebagai nilai yang melebihi manusia.
Socrates menuntut supaya para penegak hukum mengindahkan keadilan sebagai nilai yang melebihi manusia.
Plato
& Aristoteles mulai mempertimbangkan bahwa manakah aturan yang lebih adil
yang harus menjadi alat untuk mencapai tujuan hukum, walaupun mereka tetap taat
pada tuntutan alam, sehingga dikenal dengan aliran “hukum alam.” Menurut Plato ( 427 – 347 SM ) : Dalam bukunya Politeia melukiskan model
negara yang adil. Negara harus diatur secara seimbang menurut bagian-bagiannya
supaya adil. Dalam
bukunya Nomio: mengatakan petunjuk bagi dibentuknya suatu tata hukum yang
membawa orang-orang kepada kesempurnaan, yaitu peraturan yang berlaku supaya
ditulis dalam suatu buku perundang-undangan, jika tidak penyelewengan hukum
sulit dihindari.
Aristoteles ( 348 -322 SM ) : Dalam bukunya Politics
berpendapat manusia menurut wujudnya merupakan makhluk polis ( zoon politicon
), oleh karenanya setiap warga polis harus ikut serta dalam kegiatan politik. Setiap orang harus taat pada hukum polis,
baik tertulis maupun tidak tertulis.
Hukum harus dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
Hukum harus dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Hukum alam atau kodrat yang mencerminkan aturan alam.
Hukum alam selalu berlaku dan tidak pernah berubah
b.
Hukum positif, yaitu hukum yang dibuat oleh manusia.
2. Di
zaman Romawi
Pada
abad 8 SM, peraturan peraturan Romawi hanya berlaku di kota Roma, kemudian
berangsur-angsur berlaku secara universal yang disebut ius gentium , yaitu
hukum yang diterima oleh semua bangsa sebagai dasar suatu kehidupan bersama
yang beradab.
Selaras
dengan perkembangan tersebut diciptakan suatu ilmu hukum seperti : Cicero,
Gaius, Ulpianus dsb. Filsafat hukum
yang menerangkan dan mendasari sistem hukum hanya bersifat idiil, yakni apa
yang dianggap penting oleh para tokoh politik dan yuridis, bukan hukum yang
telah ditentukan, melainkan yang dicita-citakan sebagai ius.
- Cicero
( 105 – 43 SM ) mengajarkan : konsep a true law (hukum yang benar) yang
disesuaikan dengan right reason ( penalaran yang benar ), sesuai dengan alam. Hukum apapun harus bersumber dari true law
tersebut.
-
Gasius membedakan antara : ius civil dan ius gentium. Ius civil : adalah hukum yang bersifat khusus pada
suatu negara tertentu. Ius gentium: adalah hukum yang berlaku universal yang
bersumber pada akal pemikiran manusia.
- Plato: Dalam bukunya “ Republic “ pemikirannya
menganut pandangan bahwa negara seyogyanya dipimpin oleh cendekiawan, yang
bebas dan tidak terikat hukum positif, tetapi terikat dengan keadilan. Dalam bukunya “ The Law “ pemikirannya berubah, dan mengemukakan
bahwa negara diperintah oleh orang bebas dan cendekia. Negara harus menyelenggarakan keadilan berdasarkan kaidah
kaidah hukum yang tertulis. Hukum
alam harus tunduk pada hukum positif dan otoritas negara.
- Aristoteles
murid Plato : menyumbangkan
pemikirannya terhadap teori hukum antara lain :
a. Formulasi
tentang problem esensial dari keadilan.
b. Formulasi
tentang perbedaan antara keadilan yang abstrak dengan equity.
c. uraian
tentang perbedaan keadilan hukum dan keadilan alamiah (seperti hukum positif
dan hukum alam ).
Formulasi
keadilan Aristoteles :
1. Keadilan distributif : keadilan yang memberikan setiap
orang berdasarkan profesinya atau jasanya. Pembagian barang dan kehormatan
disesuaikan dengan statusnya dalam masyarakat. Keadilan distributif menghendaki
agar orang-orang yang mempunyai kedudukan sama diperlakukan sama dihadapan
hukum.
2. Keadilan komutatif : keadilan yang memberikan hak
kepada seseorang berdasarkan statusnya sebagai manusia.
3. Keadilan remedial : yaitu menetapkan kreteria
dalam melaksanakan hukum sehari-hari, yaitu harus ada standar umum untuk
memulihkan akibat tindakan yang dilakukan orang dalam hubungannya satu sama
lain.
Sanksi pidana dikenakan pada seseorang untuk memulihkan
kesalahan yang telah dilakukan. Kerugian diberikan fungsinya
untuk memulihkan kesalahan perdata.
Zeno
( 320 – 250 SM ) Pemikir aliran Stoa mengemukakan :
a.
Alam ini diperintah oleh pikiran yang rasional.
b.
Kerasionalan alam dicerminkan oleh seluruh manusia
yang dengan kekuatan penalarannya memungkinkan menciptakan suatu natural life
yang didasarkan pada resonable living.
c.
Hukum alam dapat diidentikkan dengan moralitas
tertinggi.
d.
Basis hukum adalah Aturan Tuhan dan keadaan manusiawi
e.
Penalaran manusia dimaksudkan agar ia dapat membedakan
yang benar dari yang salah dan hukum yang didasarkan pada konsep-konsep manusia
tentang hak dan kewajiban.
Thanks ya atas penjelasan nya
BalasHapusterima kasih sudah sharing ilmunya
BalasHapus