A. Pengertian Hukum
Achmad Ali menyatakan hukum adalah
seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan
diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis
(peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi
pelanggar aturan tersebut. Hukum harus mencakup tiga unsur, yaitu kewajiban,
moral dan aturan. Istilah moralitas kita kenal secara umum sebagai suatu sistem
peraturan-peraturan perilaku sosial, etika hubungan antar-orang.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang
berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga
yang menyatakan kebinaan, ada yang menyatakan kepastian hukum.
Hukum itu merupakan bagian dari pergumulan manusia dalam upayanya mewujudkan
rasa aman dan sejahtera. Karena itu hukum ditengarai menjadi sarana utama dalam
mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam kelompok masyarakat. Hukum itu sendiri
tidak lepas dari masyarakat, karena telah menjadi aksioma yang mengatakan Ibi
society ibi ius, yang artinya dimana ada masyarakat maka ada hukum.
Hukum itu harus hidup ditengah-tengah masyarakat, sebab hukum tidak sekedar
aturan tapi harus diimplementasikan. Hukum merupakan seperangkat aturan yang
memberi batasan pada masing-masing individu dalam korelasinya satu individu
dengan individu lainnya dan dari satu kelompok kepada kelompok lainnya,
sehingga perhubungan itu akan mewujudkan suatu perhubungan yang harmonis dan
serasi.
Pelanggaran terhadap aturan (hukum) itu perlu mendapat reaksi. Reaksi itu
sendiri dapat berupa sanksi. Dengan diterapkannya sanksi diharapkan
keharmonisan yang terganggu tadi dapat dipulihkan kembali. Bahwa disinilah
mulai masuk pada ranah penjaga hukum itu sendiri atau yang dalam istilah modern
disebut sebagai aparat penegak hukum. Fungsi aparat penegak hukum menjadi
sangat signifikan, karena merekalah yang diberikan kewenangan oleh
masyarakat. Negara untuk melaksanakan dan mengawal aturan yang telah menjadi
kesepakatan itu.
Besarnya
kepercayaan yang diberikan kepada aparat penegak hukum yang tercermin dari
kewenangan yang diberikan padanya menjadikan mereka orang-orang
yang memiliki otoritas untuk membatasi kebebasan individu dan bahkan mematikan
individu itu sendiri dalam pelanggaran hukum tertentu yang dianggap berat.
Persoalan yang muncul adalah, apakah orang yang diberi kewenangan tadi (aparat
penegak hukum) telah menjalankan kewenangannya dengan sebaik-baiknya? Salah
satu karakteristik hukum modern adalah pengaturan yang dibuat secara positif
yang memberi sarana untuk melindungi individu maupun upaya hukum. Karena itu
hukum modern merupakan produk yang diciptakan oleh penguasa yang selanjutnya
akan menjadi rule bagi yang berada dalam kekuasaan tersebut. Peran
aparat penegak hukum disini adalah memberlakukan hukum itu bagi
pelanggarnya.
B. Pengertian Moral
Dalam bahasa Indonesia,kata moral
berarti akhlak (bahasa Arab)atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib
batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin
dalam hidup.Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi
etika. Secara etimologis ,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima
masyarakat umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal
yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak
bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai
implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari
sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di
sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh
sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral adalah perbuatan/tingkah
laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang
dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat
tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka
orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral
adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma
yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan
tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia
yang baik.
C. Hubungan Hukum Dan Moralitas
Sulit untuk dibayangkan bagaimana hukum yang sarat dengan moralitas
dipegang oleh orang-orang yang tidak bermoral. Mau kemana hukum itu? Inilah
mungkin masalah besar yang sedang dihadapi bangsa ini. Penegak hukum
harus memiliki keteguhan hati untuk menempatkan hukum sebagai pelindung
(pengayom) dan hukum yang bersifat kasih. Hukum yang demikian akan member warna
lain, yaitu wajah hukum yang tidak lagi menakutkan, tapi menjadikan masyarakat
tentram dan percaya pada penegak hukum, karena penegak hukum benar-benar
menjadi penegak hukum yang baik dan bermoral.
Hubungan moral dengan penegakan hukum menentukan suatu keperhasilan atau ketidakberhasilan dalam penegakan hukum, sebagaimana diharapkan oleh tujuan hukum. Stephen Palmquis yang mengambil pandangan dari Immanuel Kant, bahwa tindakan moral ialah kebebasan. Kebebasan sebagai satu-satunya fakta pemberian akal praktis pada sudut pandang aktualnya menerobos tapal batas ruang dan waktu (kemampuan indrawi) dan menggantikannya dengan kebebasan. Kebebasan tidak berarti dalam arti sebenak kita dapat mengetahui kebenaran, yang kemudian tercermin pada pembatasan diri untuk menjalankan suatu kebajikan. Semua kaidah harus sesuai dengan hukum moral yang menciptakan suatu tuntutan yang tak bersyarat. Kewajiban adalah perintah yang mengandung kebenaran. Menurut Kant, kewajiban adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan hukum moral, dalam rangka ketaatan terhadap hati nurani manusia daripada hanya mengikuti nafsu.
Rumusan Immanuel Kant terhadap tindakan moral (imperative kategoris) ada tiga kriteria yang mensyaratkan yaitu:
- Suatu tindakan adalah moral hanya jika kaidahnya bisa di semestakan (kaidah sebagai hukum universal)
- Menghargai pribadi orang, yang bertindak sedemikian rupa, sehingga memperlakukan manusia sebagai tujuan dan bukan hanya sebagai alat belaka.
- Kaidah itu harus otonom. Kaidah moral harus selaras dengan penentuan kehendak hukum yang universal (Soerjono Soekanto, 1993:22)
Ada beberapa unsur dari kaidah moral
yaitu :
- Hati NuraniMerupakan fenomena moral yang sangat hakiki.
Hati nurani merupakanpenghayatan
tentang baik atau buruk mengenai perilaku manusia dan hati nuraniini selalu
dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait dalamdengan situasi
kongkret. Dengan hati nurani manusia akan sanggupmererfleksikandirinya terutama
dalam mengenai dirinya sendiri atau juga mengenal orang.
- Kebebasan dan tanggung jawab.
Kebebasan adalah milik individu yang
sangat hakiki dan manusiawi dankarena manusia pada dasar nya adal;ah makhluk
bebas. Tetapi didalam kebebasanitu juga terbatas karena tidak boleh
bersinggungan dengan kebebasan orang lainketika mereka melakukan interaksi.
Jadi, manusia itu adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh lingkungannya sebagai
akibat tidak mampunya ia untuk hidupsendiri.
- Nilai dan Norma Moral.
Nilai dan moral akan muncul ketika
berada pada orang lain dan ia akanbergabung dengan nilai lain seperti agama,
hukum, dan budaya. Nilai moralterkait dalam tanggung jawab seseorang.
Antara hukum dan moral terdapat
hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine
moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas?). Dengan
demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu
kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang
immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral
tanpa hukum hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan
dalam masyarakat.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap
berbeda, sebab dalam kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan
moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan
antara hukum dan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa
ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan hukum.
Kualitas hukum terletak pada bobot
moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan
Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas.
Perbedaan antara hukum dan moral
menurut K.Berten :
- Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya
dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena
itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan
norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih
banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang
harus dianggap utis dan tidak etis.
- Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia,
namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral
menyangkut juga sikap batin seseorang.
- Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan
sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat
dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa
dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan
etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas
hanya hati yang tidak tenang.
- Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya
atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara
seperti hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negara supaya
berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang
melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan
cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat
mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak
sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja
membedakan hukum dan moral :
- Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis,
konsesus dan hukum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
- Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom
(datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang
dari diri sendiri).
- Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat
dipaksakan,
- Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral
berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
- Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan
manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan
manusia sebagai manusia.
- Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada
waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada
tempat dan waktu (1990,119).
D. Problem Moral Penegakan Hukum
Menurut Thomas Koten
mengemukakan sosok hukum lebih dipakai sebagai alat pemenuhan kepentingan
orang-orang kuat secara politik dan ekonomi daripada sebagai jalan terciptanya
keadilan yang memberikan ruang bagi kesejahteraan rakyat dan mematrikan
keagungan negara sebagai negara hukum.
Berbagai kritik dan saran publik
sudah begitu kerap dilontarkan kepada aparat penegak hukum. Tetapi, ironisnya
hingga kini belum juga muncul kesadaran yang diikuti perbaikan terhadap cara
berpikir dan cara mempraktikkan hukum secara benar. Salah satu indikasinya
adalah, penyelesaian kasus hukum korupsi seputar Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara hingga triliunan
rupiah, tetapi seolah hanya menyembulkan bau busuk yang menyengat hidung.
Untuk itulah, sosok negara kita pun
hanya dapat dimengerti sebagai negara yang produk hukumnya lebih merupakan
kosmetik negara hukum daripada penonjolan esensi hukum dan penegakan eksistensi
keadilan publik. Hukum hanya bagus dalam kata-kata dan indah dalam lukisan
undang-undang yang ratusan jumlahnya, tetapi praktiknya jauh dari harapan.
Problem mendasar dalam praksis
penegakan hukum, sebagaimana yang diuraikan di atas, adalah putusan yang
diambil di meja pengadilan tidak memiliki roh keadilan. Oleh karena itu, kerap
dikatakan bahwa kalangan penegak hukum kita tidak memiliki nurani dan minus
nilai-nilai etik-moral.
Problema paling mendasar dari hukum
di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hokum oleh pengemban kekuasaan.
Problem akut dan mendapat sorotan
lain adalah:
- Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi
oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli
serta memiliki integritas dalam jumlah yang banyak sangat dibutuhkan.
- Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya
karena sering mengalami intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi
permasalahan karena negara belum mampu mensejahterakan aparatur penegak
hukum.
- Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum
semakin surut. Hal ini berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk
menentukan sendiri siapa yang dianggap adil.
- Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering
tidak memerhatikan keterbatasan aparatur. Peraturan perundang-undangan
yang dibuat sebenarnya sulit untuk dijalankan.
- Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan pemahaman aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi dan simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.PROBBELEMATIKA HUKUM YANG ADA AKAN MENJADI BAIK JIKA MORAL BANGSA BAIK.MESKI TAMPAK SULIT UNTUK MENGUBAH SECARA KESLURUHAN NAMUN KITA DAPAT MEMULAINYA DARI DIRI SENDIRI DAN MULAILAH SAAT INI.HIDUP HANYA ADA 3 HARI YAITU : HARI KEMARIN; HARI INI; DAN HARI ESOK.DAN SEBAIK-BAIK MANUSIA ADALAH YANG LEBIH BAIK DARI HARI KEMARIN.
thanks bu artikelnya,izin copas
BalasHapus