Assalamu'Alaikum Wr.Wb.

Pada sang bayu kutitipkan salam cinta penuh kerinduan, tuk ayah ibu kuhaturkan ♥
Terucap dari hati dengan kecintaan, padamu ridho kuharapkan ♥
Salam kasih sahabatku, lewat dunia maya kumenyapamu ♥
Meski tak pernah bertemu, dekat di hati kuharap selalu ♥
Salam hangat kuberikan, padamu wahai Sahabat ♥
Jarak dan waktu telah memisahkan, kurindu kebersamaan ♥
Salam indah duniaku, indahkanlah hari-hariku, berikan senyuman untukku ♥
Tuk menyapa orang terdekatku, berikan mereka bahagia selalu ♥

Minggu, 16 Desember 2012

HUKUM DAN MORALITAS

A. Pengertian Hukum  
         Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut. Hukum harus mencakup tiga unsur, yaitu kewajiban, moral dan aturan. Istilah moralitas kita kenal secara umum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan perilaku sosial, etika hubungan antar-orang.
       Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kebinaan, ada yang menyatakan kepastian hukum. 
       Hukum itu merupakan bagian dari pergumulan manusia dalam upayanya mewujudkan rasa aman dan sejahtera. Karena itu hukum ditengarai menjadi sarana utama dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam kelompok masyarakat. Hukum itu sendiri tidak lepas dari masyarakat, karena telah menjadi aksioma yang mengatakan Ibi society ibi ius, yang artinya dimana ada masyarakat maka ada hukum.
       Hukum itu harus hidup ditengah-tengah masyarakat, sebab hukum tidak sekedar aturan tapi harus diimplementasikan. Hukum merupakan seperangkat aturan yang memberi batasan pada masing-masing individu dalam korelasinya satu individu dengan individu lainnya dan dari satu kelompok kepada kelompok lainnya, sehingga perhubungan itu akan mewujudkan suatu perhubungan yang harmonis dan serasi.
       Pelanggaran terhadap aturan (hukum) itu perlu mendapat reaksi. Reaksi itu sendiri dapat berupa sanksi. Dengan diterapkannya sanksi diharapkan keharmonisan yang terganggu tadi dapat dipulihkan kembali. Bahwa disinilah mulai masuk pada ranah penjaga hukum itu sendiri atau yang dalam istilah modern disebut sebagai aparat penegak hukum. Fungsi aparat penegak hukum menjadi sangat signifikan, karena merekalah yang diberikan kewenangan oleh masyarakat. Negara untuk melaksanakan dan mengawal aturan yang telah menjadi kesepakatan itu.
      Besarnya kepercayaan yang diberikan kepada aparat penegak hukum yang tercermin dari kewenangan yang diberikan padanya menjadikan mereka   orang-orang yang memiliki otoritas untuk membatasi kebebasan individu dan bahkan mematikan individu itu sendiri dalam pelanggaran hukum tertentu yang dianggap berat.
      Persoalan yang muncul adalah, apakah orang yang diberi kewenangan tadi (aparat penegak hukum) telah menjalankan kewenangannya dengan sebaik-baiknya? Salah satu karakteristik hukum modern adalah pengaturan yang dibuat secara positif yang memberi sarana untuk melindungi individu maupun upaya hukum. Karena itu hukum modern merupakan produk yang diciptakan oleh penguasa yang selanjutnya akan menjadi rule bagi yang berada dalam kekuasaan tersebut. Peran aparat penegak hukum disini adalah   memberlakukan hukum itu bagi pelanggarnya.
    
B. Pengertian Moral
     Dalam bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab)atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis ,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya.
       Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
       Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.

C. Hubungan Hukum Dan Moralitas
      Sulit untuk dibayangkan bagaimana hukum yang sarat dengan moralitas dipegang oleh orang-orang yang tidak bermoral. Mau kemana hukum itu? Inilah mungkin masalah besar yang sedang dihadapi bangsa ini.  Penegak hukum harus memiliki keteguhan hati untuk menempatkan hukum sebagai pelindung (pengayom) dan hukum yang bersifat kasih. Hukum yang demikian akan member warna lain, yaitu wajah hukum yang tidak lagi menakutkan, tapi menjadikan masyarakat tentram dan percaya pada penegak hukum, karena penegak hukum benar-benar menjadi penegak hukum yang baik dan bermoral. 
      Hubungan moral dengan penegakan hukum menentukan suatu keperhasilan atau ketidakberhasilan dalam penegakan hukum, sebagaimana diharapkan oleh tujuan hukum. Stephen Palmquis yang mengambil pandangan dari Immanuel Kant, bahwa tindakan moral ialah kebebasan. Kebebasan sebagai satu-satunya fakta pemberian akal praktis pada sudut pandang aktualnya menerobos tapal batas ruang dan waktu (kemampuan indrawi) dan menggantikannya dengan kebebasan. Kebebasan tidak berarti dalam arti sebenak kita dapat mengetahui kebenaran, yang kemudian tercermin pada pembatasan diri untuk menjalankan suatu kebajikan. Semua kaidah harus sesuai dengan hukum moral yang menciptakan suatu tuntutan yang tak bersyarat. Kewajiban adalah perintah yang mengandung kebenaran. Menurut Kant, kewajiban adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan hukum moral, dalam rangka ketaatan terhadap hati nurani manusia daripada hanya mengikuti nafsu.
   Rumusan Immanuel Kant terhadap tindakan moral (imperative kategoris) ada tiga kriteria yang mensyaratkan yaitu:
  1. Suatu tindakan adalah moral hanya jika kaidahnya bisa di semestakan (kaidah sebagai hukum universal)
  2. Menghargai pribadi orang, yang bertindak sedemikian rupa, sehingga memperlakukan manusia sebagai tujuan dan bukan hanya sebagai alat belaka.
  3. Kaidah itu harus otonom. Kaidah moral harus selaras dengan penentuan kehendak hukum yang universal (Soerjono Soekanto, 1993:22)
    Ada beberapa unsur dari kaidah moral yaitu :
  1. Hati NuraniMerupakan fenomena moral yang sangat hakiki.
Hati nurani merupakanpenghayatan tentang baik atau buruk mengenai perilaku manusia dan hati nuraniini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait dalamdengan situasi kongkret. Dengan hati nurani manusia akan sanggupmererfleksikandirinya terutama dalam mengenai dirinya sendiri atau juga mengenal orang.
  1. Kebebasan dan tanggung jawab.
Kebebasan adalah milik individu yang sangat hakiki dan manusiawi dankarena manusia pada dasar nya adal;ah makhluk bebas. Tetapi didalam kebebasanitu juga terbatas karena tidak boleh bersinggungan dengan kebebasan orang lainketika mereka melakukan interaksi. Jadi, manusia itu adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh lingkungannya sebagai akibat tidak mampunya ia untuk hidupsendiri.
  1. Nilai dan Norma Moral.
Nilai dan moral akan muncul ketika berada pada orang lain dan ia akanbergabung dengan nilai lain seperti agama, hukum, dan budaya. Nilai moralterkait dalam tanggung jawab seseorang.
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas?). Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat.

Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan hukum.

Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
  1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap utis dan tidak etis.
  2. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
  3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
  4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
  1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
  2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
  3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
  4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
  5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
  6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).
D.  Problem Moral Penegakan Hukum
      Menurut Thomas Koten mengemukakan sosok hukum lebih dipakai sebagai alat pemenuhan kepentingan orang-orang kuat secara politik dan ekonomi daripada sebagai jalan terciptanya keadilan yang memberikan ruang bagi kesejahteraan rakyat dan mematrikan keagungan negara sebagai negara hukum.
Berbagai kritik dan saran publik sudah begitu kerap dilontarkan kepada aparat penegak hukum. Tetapi, ironisnya hingga kini belum juga muncul kesadaran yang diikuti perbaikan terhadap cara berpikir dan cara mempraktikkan hukum secara benar. Salah satu indikasinya adalah, penyelesaian kasus hukum korupsi seputar Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah, tetapi seolah hanya menyembulkan bau busuk yang menyengat hidung.
        Untuk itulah, sosok negara kita pun hanya dapat dimengerti sebagai negara yang produk hukumnya lebih merupakan kosmetik negara hukum daripada penonjolan esensi hukum dan penegakan eksistensi keadilan publik. Hukum hanya bagus dalam kata-kata dan indah dalam lukisan undang-undang yang ratusan jumlahnya, tetapi praktiknya jauh dari harapan.
        Problem mendasar dalam praksis penegakan hukum, sebagaimana yang diuraikan di atas, adalah putusan yang diambil di meja pengadilan tidak memiliki roh keadilan. Oleh karena itu, kerap dikatakan bahwa kalangan penegak hukum kita tidak memiliki nurani dan minus nilai-nilai etik-moral.
Problema paling mendasar dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hokum oleh pengemban kekuasaan.
        Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:
  1. Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam jumlah yang banyak sangat dibutuhkan.
  2. Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum mampu mensejahterakan aparatur penegak hukum.
  3. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang dianggap adil.
  4. Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan keterbatasan aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit untuk dijalankan.
  5. Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan pemahaman aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.
    Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi dan simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.
    —PROBBELEMATIKA HUKUM  YANG ADA  AKAN MENJADI BAIK JIKA MORAL BANGSA BAIK.—MESKI  TAMPAK SULIT UNTUK MENGUBAH SECARA KESLURUHAN NAMUN KITA DAPAT MEMULAINYA DARI DIRI SENDIRI DAN MULAILAH SAAT INI.—HIDUP HANYA ADA 3 HARI  YAITU : HARI KEMARIN; HARI INI; DAN HARI ESOK.—DAN SEBAIK-BAIK MANUSIA ADALAH  YANG LEBIH BAIK DARI HARI KEMARIN.




1 komentar: