Assalamu'Alaikum Wr.Wb.

Pada sang bayu kutitipkan salam cinta penuh kerinduan, tuk ayah ibu kuhaturkan ♥
Terucap dari hati dengan kecintaan, padamu ridho kuharapkan ♥
Salam kasih sahabatku, lewat dunia maya kumenyapamu ♥
Meski tak pernah bertemu, dekat di hati kuharap selalu ♥
Salam hangat kuberikan, padamu wahai Sahabat ♥
Jarak dan waktu telah memisahkan, kurindu kebersamaan ♥
Salam indah duniaku, indahkanlah hari-hariku, berikan senyuman untukku ♥
Tuk menyapa orang terdekatku, berikan mereka bahagia selalu ♥

Minggu, 02 Desember 2012

KONVESI SE ASEAN TENTANG TERORISME 1970

Negara-Negara Anggota Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) - Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Rakyat Laos Republik Demokratik, Malaysia, Uni Myanmar, Republik Filipina, Republik Singapura, Kerajaan Thailand, dan Republik Sosialis Viet Nam, selanjutnya disebut sebagai "Para Pihak";

MENGINGAT Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional yang relevan, konvensi internasional yang relevan dan protokol yang berkaitan untuk melawan terorisme dan resolusi yang relevan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang langkah-langkah yang ditujukan untuk melawan terorisme internasional, dan menegaskan kembali komitmen kami untuk melindungi hak asasi manusia, perlakuan yang adil , aturan hukum, dan proses hukum serta prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara dilakukan di Bali pada tanggal 24 Februari 1976;
MENEGASKAN KEMBALI bahwa terorisme tidak bisa dan tidak boleh dikaitkan dengan agama, kebangsaan, peradaban atau kelompok etnis;
MENGINGAT juga Deklarasi ASEAN tentang Aksi Bersama untuk melawan Terorisme dan Deklarasi tentang Terorisme diadopsi pada KTT ASEAN pada tahun 2001 dan 2002 masing-masing;
MENEGASKAN KEMBALI komitmen kami untuk Program Aksi Vientiane dilakukan di Vientiane pada tanggal 29 November 2004, terutama dorong pada "membentuk dan berbagi norma-norma" dan kebutuhan, antara lain, untuk bekerja menuju kesimpulan dari Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik ASEAN, dan ASEAN Konvensi tentang Counter Terorisme, dan pembentukan Perjanjian Ekstradisi ASEAN seperti disebutkan dalam Deklarasi ASEAN Concord 1976;
Seksama PRIHATIN atas bahaya yang ditimbulkan oleh terorisme untuk nyawa tak berdosa, infrastruktur dan lingkungan, perdamaian regional dan internasional dan stabilitas serta pembangunan ekonomi;
Menyadari pentingnya mengidentifikasi dan efektif mengatasi akar penyebab terorisme dalam perumusan setiap tindakan terorisme;
MENGINGAT kembali bahwa terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, berkomitmen dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun, merupakan ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan internasional dan tantangan langsung terhadap pencapaian perdamaian, kemajuan dan kemakmuran bagi ASEAN dan realisasi ASEAN Vision 2020;
MENEGASKAN KEMBALI komitmen kuat kami untuk meningkatkan kerjasama dalam melawan terorisme yang mencakup pencegahan dan pemberantasan segala bentuk aksi teroris;
MENGINGAT kembali kebutuhan untuk meningkatkan kerjasama regional mengenai terorisme dan mengambil langkah-langkah efektif melalui pendalaman kerja sama antara lembaga penegak hukum ASEAN dan pihak berwenang terkait dalam melawan terorisme;
Mendorong Pihak menjadi pihak sesegera mungkin dengan konvensi internasional yang relevan dan protokol yang berkaitan untuk melawan terorisme; Memiliki disepakati sebagai berikut:

Pasal I
Tujuan
Konvensi ini wajib memberikan kerangka kerja bagi kerjasama regional untuk melawan, mencegah dan menekan terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya dan untuk memperdalam kerjasama antara lembaga penegak hukum dan pihak berwenang terkait dari Para Pihak dalam melawan terorisme.

Pasal II
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Untuk tujuan Konvensi ini, "pelanggaran" berarti setiap tindak pidana dalam lingkup dan sebagaimana didefinisikan dalam salah satu perjanjian yang terdaftar sebagai berikut:
a.    Konvensi tentang Tindakan Melawan Hukum di dalam Pesawat Terbang yang ditandatangani di Den Haag pada tanggal 16 Desember 1970;
b.  Konvensi Pemberantasan Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Penerbangan Sipil, menyimpulkan di Montreal pada tanggal 23 September 1971;
c.      Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Terhadap Orang internasional Dilindungi, termasuk Agen Diplomatik, diadopsi di New York pada tanggal 14 Desember 1973; Konvensi Internasional Terhadap Penyanderaan, diadopsi di New York pada tanggal 17 Desember 1979;
d.      Konvensi  tentang  Perlindungan Fisik Bahan Nuklir, diadopsi di Wina pada tanggal 26 Oktober 1979;
e.      Protokol Pemberantasan Tindakan Melawan Hukum Kekerasan di Bandara Melayani Penerbangan Sipil Internasional, pelengkap dari Konvensi Pemberantasan Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Penerbangan Sipil, dilakukan di Montreal pada tanggal 24 Februari 1988; 
f.    Konvensi Pemberantasan Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Maritim Navigasi, dilakukan di Roma pada tanggal 10 Maret 1988;
g.       Protokol Pemberantasan Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Platform Tetap Terletak di Continental Shelf, dilakukan di Roma pada tanggal 10 Maret 1988;
h.      Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris, diadopsi di New York pada tanggal 15 Desember 1997;
i.         Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, yang diadopsi di New York pada tanggal 9 Desember 1999;
j.     Konvensi Internasional untuk Pemberantasan Tindakan Terorisme Nuklir, diadopsi di New York pada tanggal 13 April 2005;
k.       Amandemen Konvensi Perlindungan Fisik Bahan Nuklir, dilakukan di Wina pada tanggal 8 Juli 2005;
l.   Protokol 2005 untuk Konvensi Pemberantasan Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Maritim Navigasi, dilakukan di London pada tanggal 14 Oktober 2005; dan
m.  Protokol 2005 Protokol Pemberantasan Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Platform Tetap Terletak di Continental Shelf, dilakukan di London pada tanggal 14 Oktober 2005.
Pada saat penyimpanan instrumen ratifikasi atau persetujuan, suatu Pihak yang bukan Pihak dalam perjanjian internasional yang tercantum dalam ayat 1 Pasal ini dapat menyatakan bahwa, dalam penerapan Konvensi ini untuk Pihak tersebut, bahwa perjanjian dianggap tidak dimasukkan ke dalam ayat 1 Pasal ini. Deklarasi ini akan tidak berlaku lagi segera setelah perjanjian mulai berlaku bagi Pihak yang telah membuat pernyataan tersebut, yang akan memberitahukan penyimpan sebagaimana tercantum dalam ayat 2 Pasal XX entri ini berlaku.
Ketika Pihak berhenti menjadi Pihak dalam perjanjian internasional yang tercantum dalam ayat 1 Pasal ini, dapat membuat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, sehubungan dengan perjanjian itu.

Pasal III
Kesetaraan Sovereign Integritas, Teritorial dan Non-Interferensi
Para Pihak akan melaksanakan kewajibannya berdasarkan Konvensi ini dengan cara yang konsisten dengan prinsip-prinsip kesetaraan kedaulatan dan keutuhan wilayah suatu negara dan non-campur tangan dalam urusan internal Pihak lainnya.

Pasal IV
Pelestarian Kedaulatan
Tidak ada dalam Konvensi ini yang memberikan hak Pihak untuk melakukan, di wilayah Pihak lain, untuk menerapkan yurisdiksi atau melaksanakan fungsi-fungsi yang secara khusus dimiliki oleh pejabat berwenang dari Pihak lain dengan hukum nasionalnya.

Pasal V
Non-Aplikasi
Konvensi ini tidak berlaku bilamana kejahatan dilakukan dalam satu Partai tunggal, tersangka pelaku dan korban adalah warganegara dari Pihak tersebut, pelaku tersangka ditemukan di wilayah Pihak tersebut dan tidak ada Pihak lain yang memiliki dasar sesuai Konvensi ini untuk melaksanakan yurisdiksi.

Pasal VI
Area Kerjasama
1.  Bidang kerjasama dalam Konvensi ini dapat, sesuai dengan hukum nasional masing-masing Pihak, termasuk langkah-langkah yang tepat, antara lain untuk: 
a.  Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah tindak terorisme, termasuk dengan pemberian peringatan dini kepada Pihak lain melalui pertukaran informasi; 
b.    Mencegah mereka yang membiayai, merencanakan, memfasilitasi, atau melakukan tindakan teroris dari menggunakan wilayah masing-masing untuk tujuan melawan Pihak lain dan / atau warga negara dari Pihak lainnya; 
c.       Mencegah dan menekan pendanaan kegiatan teroris; 
d.      Mencegah gerakan teroris atau kelompok teroris oleh pengawasan perbatasan yang efektif dan kontrol pada penerbitan surat-surat identitas dan dokumen perjalanan, dan melalui langkah-langkah untuk mencegah pemalsuan, pemalsuan atau penggunaan penipuan surat-surat identitas dan dokumen perjalanan; 
e.   Mempromosikan pengembangan kapasitas termasuk pelatihan dan kerjasama teknis dan penyelenggaraan pertemuan-pertemuan regional; 
f.   Meningkatkan kesadaran dan partisipasi publik dalam upaya untuk melawan terorisme, serta meningkatkan dialog antar-iman dan intra-iman dan dialog antar peradaban;
g.       Meningkatkan kerjasama lintas-batas; 
h.      Meningkatkan pertukaran intelijen dan pertukaran informasi; 
i.  Meningkatkan kerjasama yang ada menuju pengembangan database daerah di bawah lingkup badan-badan ASEAN yang relevan; 
j.        Memperkuat kemampuan dan kesiapan untuk menangani bahan kimia, biologi, radiologi, nuklir (CBRN) terorisme, cyber terorisme dan bentuk-bentuk baru terorisme; 
k.       Melakukan penelitian dan pengembangan langkah-langkah untuk melawan terorisme; 
l.    Mendorong penggunaan video conference atau fasilitas teleconference untuk proses pengadilan, jika sesuai, dan 
m.  Pastikan bahwa setiap orang yang berpartisipasi dalam, perencanaan persiapan pembiayaan, atau melakukan aksi teroris atau dalam mendukung tindakan teroris dibawa ke pengadilan.
2.     Sesuai dengan persetujuan Para Pihak yang bersangkutan, Pihak wajib bekerja sama untuk mengatasi akar penyebab terorisme dan kondisi yang kondusif bagi penyebaran terorisme untuk mencegah dilakukannya tindakan teroris dan penyebaran sel-sel teroris.

Pasal VII
Negara Yurisdiksi
1.     Suatu Pihak wajib mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menetapkan yurisdiksinya atas tindak pidana yang tercakup dalam Pasal II Konvensi ini jika: 
a.       Kejahatan dilakukan di wilayah Pihak tersebut; atau 
b.   Kejahatan tersebut dilakukan di atas kapal yang mengibarkan bendera dari Pihak atau pesawat yang terdaftar di bawah hukum Partai bahwa pada saat kejahatan dilakukan; atau 
c.       Kejahatan tersebut dilakukan oleh warga negara dari Pihak tersebut.
2.       Pihak juga dapat membentuk yurisdiksinya atas kejahatan-kejahatan jika: 
a.       Kejahatan tersebut dilakukan terhadap warga negara dari Pihak tersebut; atau 
b.     Kejahatan tersebut dilakukan terhadap fasilitas negara atau pemerintah dari Pihak luar negeri, termasuk kedutaan atau tempat diplomatik atau konsuler lainnya; atau 
c.  Kejahatan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memaksa Pihak untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan apapun, atau 
d.   Kejahatan tersebut dilakukan oleh orang tanpa kewarganegaraan dengan bertempat tinggal di wilayah Pihak tersebut.

3.       Pihak juga harus menetapkan yurisdiksinya atas tindak pidana yang tercakup dalam Pasal II Konvensi ini dalam kasus di mana tersangka pelaku berada di wilayahnya dan tidak mengekstradisi orang tersebut ke salah satu Pihak yang telah memberlakukan yurisdiksi mereka sesuai dengan ayat 1 atau 2 dari Pasal ini.
4.     Konvensi ini tidak mengesampingkan penerapan setiap yurisdiksi kejahatan yang diberlakukan oleh Pihak sesuai dengan hukum nasionalnya.

Pasal VIII
Adil Pengobatan
1.    Setiap orang yang ditahan atau yang dikenakan tindakan lain yang diambil atau proses yang dilakukan sesuai dengan Konvensi ini harus dijamin perlakuan yang adil, termasuk menikmati semua hak dan jaminan disesuaikan dengan undang-undang Partai di wilayah yang orang yang hadir dan ketentuan hukum internasional yang berlaku, termasuk hukum hak asasi manusia internasional.
2.    Setelah menerima informasi bahwa seseorang yang telah melakukan atau yang diduga telah melakukan tindak pidana yang tercakup dalam Pasal II Konvensi ini mungkin berada di dalam wilayahnya, Pihak terkait harus mengambil langkah-langkah seperti yang mungkin perlu berdasarkan hukum nasionalnya untuk menyelidiki fakta-fakta yang terdapat dalam informasi tersebu
3.  Setelah puas bahwa keadaan menghendakinya, Partai di wilayah siapa pelaku pelaku atau tersangka berada harus mengambil tindakan sesuai dengan hukum nasionalnya untuk menjaga keberadaan orang tersebut untuk tujuan penuntutan atau ekstradisi.
4.   Setiap orang yang dikenakan tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 Pasal ini sedang diambil berhak: 
a.      Untuk berkomunikasi tanpa penundaan dengan perwakilan terdekat dari Negara di mana orang tersebut adalah warga negaranya atau dengan cara lain berkewajiban untuk melindungi hak-hak orang tersebut; 
b.      Untuk dapat dikunjungi oleh perwakilan Negara yang bersangkutan; 
c.      Untuk diberitahu tentang hak-hak orang tersebut berdasarkan sub-ayat (a) dan (b) ayat 4 Pasal ini.
5.    Hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 Pasal ini harus dilaksanakan sesuai dengan hukum dan peraturan dari Partai di wilayah di mana tersangka atau tersangka berada, tunduk pada ketentuan bahwa peraturan perundang-undangan harus mendukung secara penuh diberikan dengan tujuan untuk mana hak-hak dalam ayat 4 Pasal ini dimaksudkan.
6.  Ketika Partai, sesuai dengan Pasal ini, telah mengambil seseorang untuk ditahan, harus segera memberitahukan, secara langsung atau melalui Sekretaris Jenderal ASEAN, Para Pihak yang telah memberlakukan yurisdiksi sesuai dengan ayat 1 atau 2 dari Pasal VII, dan , jika menganggap itu dianjurkan, setiap Pihak lain yang berkepentingan, dari fakta bahwa orang tersebut benar berada dalam tahanan dan dari alasan penahanannya orang itu. Pihak yang melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 Pasal ini harus segera memberitahukan Pihak mengatakan temuan dan wajib mengindikasikan bahwa Negara tersebut hendak memberlakukan yurisdiksinya atas orang tersebut.

Pasal IX
Ketentuan Umum
1.      Para Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan, termasuk, di mana undang-undang yang tepat, nasional, untuk memastikan bahwa tindak pidana yang tercakup dalam Pasal II Konvensi ini, terutama ketika itu dimaksudkan untuk mengintimidasi penduduk, atau memaksa pemerintah atau organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan apapun, berada di bawah tidak dapat dibenarkan dengan pertimbangan yang sifatnya serupa politis, filosofis, ideologis, ras, etnis, agama atau lainnya.
2.  Berdasarkan Pasal VI Konvensi ini, Para Pihak wajib, jika memungkinkan, membangun saluran komunikasi antara instansi yang berwenang mereka untuk memfasilitasi pertukaran informasi untuk mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang tercakup dalam Pasal II Konvensi ini.
3.  Pihak di mana tersangka pelaku kejahatan dituntut wajib, atas permintaan Pihak lainnya mengklaim yurisdiksi atas sama, mengkomunikasikan status kasus pada setiap tahap dari proses kepada mereka Pihak lainnya.

Pasal X
Status Pengungsi
Para Pihak harus mengambil tindakan yang tepat, sesuai dengan ketentuan yang relevan dari hukum domestik masing-masing dan hukum internasional yang berlaku, termasuk standar internasional hak asasi manusia, sebelum memberikan status pengungsi, di mana Pihak mengakui dan memberikan status tersebut, dengan tujuan untuk memastikan bahwa para pencari suaka belum merencanakan, memfasilitasi atau berpartisipasi dalam tindak terorisme.

Pasal XI
Rehabilitatif Program
Para Pihak wajib berupaya untuk meningkatkan berbagi praktik terbaik tentang program rehabilitatif, termasuk, bila sesuai, reintegrasi sosial orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan setiap tindak pidana yang tercakup dalam Pasal II Konvensi ini dengan tujuan mencegah perbuatan tindakan teroris.

Pasal XII
Mutual Legal Assistance dalam Masalah Pidana
1.    Para Pihak wajib, sesuai dengan hukum nasionalnya masing-masing, membayar ukuran terluas bantuan sehubungan dengan penyelidikan atau proses hukum atas tindak pidana yang tercakup dalam Pasal II Konvensi ini.
2.    Para Pihak wajib, di mana mereka merupakan pihak dalam Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana dilakukan di Kuala Lumpur pada tanggal 29 November 2004, melaksanakan kewajiban mereka berdasarkan ayat 1 pasal ini sesuai dengan Perjanjian yang

Pasal XIII
Ekstradisi
1.       Pihak di wilayah di mana tersangka pelaku berada, dalam kasus-kasus di mana Pasal VII dari Konvensi ini berlaku, jika tidak mengekstradisi orang tersebut, diwajibkan, tanpa pengecualian apapun dan apakah atau tidak pelanggaran tersebut dilakukan di wilayahnya , untuk menyerahkan kasus tersebut tanpa penundaan kepada pihak yang berwenang untuk tujuan penuntutan, melalui proses sesuai dengan hukum nasional Pihak tersebut. Badan tersebut wajib mengambil keputusan mereka dengan cara yang sama seperti dalam kasus tindak pidana lainnya yang bersifat serius oleh hukum nasional Pihak tersebut.
2.    Tindak pidana yang tercakup dalam Pasal II Konvensi ini harus dianggap termasuk sebagai kejahatan yang dapat diekstradisi dalam setiap perjanjian ekstradisi yang ada di antara setiap Pihak sebelum berlakunya Konvensi ini. Para Pihak berupaya mencantumkan tindak pidana tersebut sebagai kejahatan yang dapat diekstradisi dalam setiap perjanjian ekstradisi yang kemudian disepakati di antara mereka.
3.  Ketika suatu Pihak yang melakukan ekstradisi dengan syarat adanya suatu perjanjian menerima permintaan ekstradisi dari Pihak lain dengan yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi, Pihak yang diminta dapat, atas pilihannya sendiri, dan sesuai dengan hukum nasionalnya, mempertimbangkan Konvensi ini sebagai dasar hukum untuk ekstradisi berkenaan dengan kejahatan dalam Pasal II Konvensi ini.

Pasal XIV
Politik Pelanggaran Exception
Tak satu pun dari kejahatan yang diatur dalam Pasal II Konvensi ini akan dianggap untuk tujuan ekstradisi berdasarkan Pasal XIII dari Konvensi ini atau bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana berdasarkan Pasal XII dari Konvensi ini sebagai suatu kejahatan politik atau sebagai kejahatan yang berhubungan dengan politik pelanggaran atau sebagai kejahatan yang diilhami oleh motif-motif politik. Dengan demikian, permintaan ekstradisi atau bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana berdasarkan kejahatan tersebut tidak dapat ditolak atas dasar semata bahwa hal tersebut menyangkut suatu kejahatan politik atau kejahatan yang berhubungan dengan suatu kejahatan politik atau suatu kejahatan yang diilhami oleh motif-motif politik.

Pasal XV
Penunjukan Otoritas Pusat atau Struktur Koordinasi
Setiap Pihak wajib menunjuk, sesuai kewenangan, sebuah pusat atau struktur koordinasi untuk meningkatkan kerjasama di bawah Konvensi ini.

Pasal XVI
Implementasi, Monitoring dan Ulasan
ASEAN yang relevan badan sektoral yang terlibat dalam kerjasama ASEAN terorisme perlawanan bertanggung jawab untuk memantau dan meninjau pelaksanaan Konvensi ini.

Pasal XVII
Kerahasiaan
1.       Setiap Pihak wajib menjaga kerahasiaan dan kerahasiaan dokumen, catatan dan informasi lainnya yang diterima dari Pihak lain, termasuk sumber tersebut.
2.       Tidak ada informasi dokumen, rekaman atau lainnya yang diperoleh sesuai dengan Konvensi ini harus diungkapkan atau dibagi dengan Negara, Pihak lain atau orang kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Pihak yang memberikan dokumen rekam, atau informasi.

Pasal XVIII
Hubungan dengan Instrumen Internasional Lainnya
Konvensi ini tidak boleh menyimpang dari kewajiban hidup dari antara Pihak menurut perjanjian internasional lainnya juga, di mana Pihak setuju, harus itu mencegah dari Pihak memberikan bantuan satu sama lain sesuai dengan perjanjian internasional lainnya atau ketentuan hukum domestik masing-masing.

Pasal XIX
Penyelesaian Sengketa
Setiap perbedaan atau sengketa antara para Pihak yang timbul dari interpretasi atau penerapan ketentuan Konvensi ini akan diselesaikan secara damai melalui konsultasi dan negosiasi antara Para Pihak melalui saluran diplomatik atau cara-cara damai lainnya untuk penyelesaian sengketa sebagaimana disepakati antara Pihak.

Pasal XX
Ratifikasi, Persetujuan dan Depositary
1.       Konvensi ini memerlukan ratifikasi atau persetujuan sesuai dengan prosedur internal Pihak.
2.       Instrumen ratifikasi atau persetujuan wajib disimpan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN yang harus segera memberitahukan Pihak lainnya dari simpanan tersebut.

Pasal XXI
Pemberlakuan dan Perubahan
1.       Konvensi ini mulai berlaku pada hari (tiga puluh) 30 setelah tanggal penyimpanan instrumen (keenam)
2.   ratifikasi atau persetujuan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN yang berkenaan dengan Pihak yang menyampaikan instrumen ratifikasi atau persetujuan.
3.  Untuk setiap Pihak yang meratifikasi atau menyetujui Konvensi ini setelah penyimpanan instrumen (keenam) 6 ratifikasi atau persetujuan, tapi sebelum hari Konvensi ini mulai berlaku, Konvensi juga berlaku untuk Pihak tersebut pada tanggal Konvensi diberlakukan.
4.    Dalam hal suatu Pihak yang meratifikasi atau menyetujui Konvensi ini setelah berlakunya berdasarkan ayat 1, maka akan berlaku untuk Pihak tersebut pada tanggal instrumen ratifikasi atau persetujuan disimpan.
5.   Konvensi ini dapat dimodifikasi atau diubah setiap saat dengan persetujuan tertulis dari Para Pihak. Modifikasi atau amandemen mulai berlaku pada tanggal yang akan disepakati bersama oleh Pihak dan akan menjadi bagian dari Konvensi ini.
6.      Setiap perubahan atau amandemen tidak akan mempengaruhi hak dan kewajiban Para Pihak yang timbul dari atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Konvensi ini sebelum berlakunya modifikasi atau perubahan.

Pasal XXII
Penarikan
1.      Setiap Pihak dapat menarik diri dari Konvensi ini setiap saat setelah tanggal berlakunya Konvensi ini bagi Pihak tersebut.
2.  Penarikan diri tersebut wajib diberitahukan melalui instrumen penarikan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN.
3.   Penarikan diri tersebut wajib berlaku 180 (seratus delapan puluh) hari setelah diterimanya instrumen penarikan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN.
4.       Sekretaris Jenderal ASEAN wajib segera memberitahukan semua Pihak lainnya penarikan.

Pasal XXIII
Pendaftaran
Konvensi ini harus didaftarkan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN ke Sekretariat PBB sesuai dengan Pasal 102 dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
DIBUAT di Cebu, Filipina, ini hari ketigabelas Januari Tahun Dua Ribu Tujuh, dalam satu salinan asli dalam bahasa Inggris di terjemahkan oleh A.Hartawati SH.MH.
Untuk Brunei Darussalam: HAJI Hassanal Bolkiah (Sultan Brunei Darussalam)
Untuk Kerajaan Kamboja: Samdech HUN SEN (Perdana Menteri)
Untuk Republik Indonesia: DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (Presiden)
Untuk Rakyat Laos Republik Demokratik: Bouasone Bouphavanh (Perdana Menteri)
Untuk Malaysia: DATO 'SERI Abdullah Ahmad Badawi (Perdana Menteri)
Untuk Uni Myanmar: UMUM BUMN WIN (Perdana Menteri)
Untuk Republik Filipina: GLORIA MACAPAGAL-ARROYO (Presiden)
Untuk Republik Singapura: Lee Hsien Loong (Perdana Menteri)
Untuk Kerajaan Thailand: UMUM Surayud Chulanont (Purn) (Perdana Menteri)
Untuk Republik Sosialis Viet Nam: NGUYEN TAN DUNG (Perdana Menteri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar