Assalamu'Alaikum Wr.Wb.

Pada sang bayu kutitipkan salam cinta penuh kerinduan, tuk ayah ibu kuhaturkan ♥
Terucap dari hati dengan kecintaan, padamu ridho kuharapkan ♥
Salam kasih sahabatku, lewat dunia maya kumenyapamu ♥
Meski tak pernah bertemu, dekat di hati kuharap selalu ♥
Salam hangat kuberikan, padamu wahai Sahabat ♥
Jarak dan waktu telah memisahkan, kurindu kebersamaan ♥
Salam indah duniaku, indahkanlah hari-hariku, berikan senyuman untukku ♥
Tuk menyapa orang terdekatku, berikan mereka bahagia selalu ♥

Jumat, 17 Oktober 2014

Rasa Ini



Rasa gelisah yg tak bisa terhentikan
Rasa yg seakan tak bisa terbendung lagi
Rasa takut,  khawatir, dan tak tenang
Berjuta pertanyaan yg datang, namun tak bisa kujawab
Begitu banyak rahasia yg tak bisa kuungkap
Meski aku bersikukuh tuk mencari jawaban atas semua ini
Namun aku manusia biasa dan punya kemampuan yg terbatas
Wahai sang pemilik Rasa yg mengetahuai atas segala rahasia
Beri petunjukMu, luaskan jalanMu, agar semua terungkap.
Rasa inipun jadi tenang dan pastinya bahagia

By: A.Hartawati

Efektivitas Hukum dalam Masyarakat (Prespektif Sosiologi Hukum)



Masyarakat memerlukan sebuah aturan untuk menciptakan suatu suasana yang harmonis didalam kehidupannya. Aturan tersebut berupa hukum, hukum yang ada dapat merupakan hukum tertulis atau tak tertulis. Hukum yang ada dalam masyarakat ini hendaknya memiliki sebuah dasar hukum yang menjiwai dari keadaan seluruh masyarakaat, memiliki fungsi yang ideal dengan memiliki unsur keadilan, kepastian dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Dibuatnya suatu produk hukum yang nantinya akan hidup bersama didalam masyarakat, maka hukum yang dibuat itu memiliki suatu sifat dinamis yang berarti mengikuti perkembangan dari masyarakat. Sehingga adanya sebuah sosiologi hukum itu merupakan ilmu pengetahuan tentang interaksi manusia yang berkaitan dengan hukum didalam kehidupan masyarakat. Nantinya dengan adanya sosiologi hukum ini maka akan diharapkan sebuah kemanfaatan didalamnya, sehingga kita dapat mengetahui dan memahami bagaimana perkembangan hukum yang ada didalam masyarakat, mengetahui efektivitas hukum dalam masyarakat, mampu untuk menganalisa penerapan hukum yang ada didalam masyarakat, dapat mengkonstruksikan fenomena hukum yang terjadi di masyarakat, dan mampu memetakan masalah-masalah sosial dalam kaitan dengan penerapan hukum di dalam masyarakat.
Hukum yang dibuat dan nantinya akan berlaku di masyarakat hendaknya mampu berlaku secara efektif. Sehingga tidak terjadi suatu pemborosan atau yang nantinya menimbulkan ketidakpastian hukum didalam masyarakat. Maka hendaknya ketika hukum didalam suatu masyarakat itu akan dibuat maka memperhatikan berbagai aspek-aspek yang ada di masyarakat. Untuk mampu mengetahui bagaimana efektivitas hukum didalam sebuah prespektif sosiologi hukum mampu diterapkan. Maka dalam tulisan ini akan menjeaskan berkaitan dengan hal tersebut.
Seringkali kita mengetahui bahwa di dalam masyarakat, hukum yang telah dibuat ternyata tidak efektif didalamnya. Menurut Dr. Syamsuddin Pasamai, SH., MH., dalam bukunya Sosiologi dan Sosiologi Hukum, persoalan efektifitas hukum mempunyai hubungan yang sangat erat dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum dalam masyarakat demi tercapainya tujuan hukum. Artinya hukum benar-benar berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis.[1]
Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai sarana social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai sarana social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern.
Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif. Keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar beberapa tolok ukur efektivitas. Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu :
1. Hukumnya sendiri.
2. Penegak hukum.
3. Sarana dan fasilitas.
4. Masyarakat.
5. Kebudayaan.

1. Faktor Hukum
Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja, Masih banyak aturan-aturan yang hidup dalam masyarakat yang mampu mengatur kehidupan masyarakat. Jika hukum tujuannya hanya sekedar keadilan, maka kesulitannya karena keadilan itu bersifat subjektif, sangat tergantung pada nilai-nilai intrinsik subjektif dari masing-masing orang. Menurut Prof. Dr. Achmad Ali apa yang adil bagi si Baco belum tentu di rasakan adil bagi si Sangkala.
Mengenai faktor hukum dalam hal ini dapat diambil contoh pada pasal 363 KUHP yang perumusan tindak pidananya hanya mencantumkan maksimumnya sajam, yaitu 7 tahun penjara sehingga hakim untuk menentukan berat ringannya hukuman dimana ia dapat bergerak dalam batas-batas maksimal hukuman.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku kejahatan itu terlalu ringan, atau terlalu mencolok perbedaan antara tuntutan dengan pemidanaan yang dijatuhkan. Hal ini merupakan suatu penghambat dalam penegakan hukum tersebut.
 
2. Faktor Penegak Hukum
Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum dengan mengutip pendapat J. E. Sahetapy yang mengatakan :
Dalam rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegakan hukum (inklusif manusianya) keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat, harus diaktualisasikan”.[2]
Di dalam konteks di atas yang menyangkut kepribadian dan mentalitas penegak hukum, bahwa selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum, hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut.
Apalagi seperti yang kita ketahui bersama terkait masalah persetruan dua lembaga penegak hukum KPK dengan Kepolisian telah membuat citra aparaturnya menjadi buruk dihadapan masyarakat. Ditambah pula dengan banyaknya kasus-kasus yang seharusnya dihukum berat namun dapat diperingan karena dibantu oleh mafia hukum, yaitu muali tingkat penyidikan di kepolisian hingga saat penuntutan di kejaksaan dan putusan di kehakiman. Mental Para aparatur penegak hukum inilah menjadi salah satu faktor dimana efektivitas hukum itu dapat terwujud, selama kemapuan dan kewenangan mereka dapat dibeli, yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan akan terjadi inefektivitas hukum dan mampu mengakibatkan masyarakat tidak percaya lagi dengan penegak hukum bahkan hukumnya sendiri.
Kemudian meurut Prof. Dr. Achmad Ali, SH., MH., dalam bukunya menjelajahi kajian empiris terhadap hukum, disebutkan Polisilah yang berada pada garda terdepan. Karena polisi yang paling banyak berhubungan langsung dengan warga masyarakat, dibandingkan dengan penegak hukum lainnya. Oleh karena itu sikap dan keteladanan personal kepolisian menjadi salah satu faktor dihargai atau tidaknya mereka oleh warga masyarakat terhadap penegak hukum, yang cukup berpengaruh terhadap ketaatan mereka. Olehnya itu, kualitas dan keberdayaan Polisi menurut Prof. Dr. Achmad Ali, SH., MH., merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan efektif atau tidaknya ketentuan hukum yang berlaku.
3. Faktor Sarana dan Fasilitas
Sarana yang ada di Indonesia sekarang ini memang diakui masing cukup tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang memiliki sarana lengkap dan teknologi canggih di dalam membantu menegakkan hukum. Menurut Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah pernah mengemukakan bahwa bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Namun penulis berpendapat bahwa faktor ini tidaklah menjadi fakor yang dominan untuk segera diperbaiki ketika ingin terwujudnya suatu efektivitas hukum.
4. Faktor Masyarakat
Masyarakat dalam hal ini menjadi suatu faktor yang cukup mempengaruhi juga didalam efektivitas hukum. Apabila masyarakat tidak sadar hukum dan atau tidak patuh hukum maka tidak ada keefektifan. Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak didalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas hukum. Kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan.[3]
Sebagai contoh. Disuatu daerah Kabupaten L masyarakat tahu bahwa ketika berkendara di jalan raya itu harus mengunakan helm untuk keselamatan, tapi masyarakat sekitar tersebut tidak menghiraukan peraturan tersebut justru mereka tidak menggunakan helm tersebut.
Selain itu perlu ada pemerataan mengenai peraturan-peraturan keseluruh lapisan masyarakat, selama ini terkendala faktor komunikasi maupun jarak banyak daerah yang terpencil kurang mengetahui akan hukum positif negara ini. Sehingga sosialisasi dan penyuluhan di daerah terpencil sangat dibutuhkan, berbeda dengan kondisi daerah perkotaan yang mampu selalu up date berkaitan dengan isu-isu strategis yang masih hangat.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.[4]
 Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Kelima faktor yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut, tidak ada faktor mana yang sangat dominan berpengaruh, semua faktor tersebut harus saling mendukung untuk membentuk efektifitas hukum. Lebih baik lagi jika ada sistematika dari kelima faktor ini, sehingga  hukum dinilai dapat efektif.
Sistematika tersebut artinya untuk membangun efektifitas hukum harus diawali untuk mempertanyakan bagaimana hukumnya, kemudian disusul bagaimana penegak hukumnya, lalu bagaimana sarana dan fasilitas yang menunjang, kemudian bagaimana masyarakat merespon serta kebudayaan yang terbangun.



[1] Dikutip dari http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html diakses pada tanggal 31 Desember 2009.
[3] Berkaitan dengan kesadaran hukum dikutip dari http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/sosiologi-hukum-2/sosiologi-hukum/ yang diakses pada tanggal 31 Desember 2009
[4] Dikutip dari http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html diakses pada tanggal 31 Desember 2009.